RESUME DARING


Resume Pembelajaran Daring (Melalui Video Conference menggunakan Aplikasi Webex)


Nara Sumber: Indra Charismiadji


Resume, Tanggal 2 April 2020

Uri Sahuri, S.Pd.
NIB : G8-131
SDN Jatimulya I Majalengka Jawa Barat


Dalam pertemuan kedua di group pelatihan guru menulis  ini saya sudah menyiapkan diri mulai mendouwload aplikasi webek agar bisa mengikuti kegiatan di malam ini. Melalui PPT yang di kirim dari om jay dan juga materi dari Bapak Indra Charismiadji beliau adalah pemerhati dan praktisi edukasi 4.0, direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulation & Development Analysis).
Materi diawali dengan pertanyaan tentang empat pilar pendidikan menurut UNESCO:

Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be.
1.      Learning to Know (belajar untuk mengetahui)
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia.
Esensi yang penting dari pilar learning to know bermakna bahwa bagaimana proses pembelajaran tersebut tersajikan, jadi proses yang lebih utama.
 Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
a. Guru berperan sebagai sumber belajar
b. Guru  sebagai Fasilitator
c. Guru  sebagai Pengelola
d. Guru sebagai Demonstrator
e. Guru sebagai Pembimbing
f. Guru sebagai Mediator
g. Guru sebagai Evaluator

2.      Learning to do (belajar untuk menerapkan)
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
 Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

3.      Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang  berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian. 
Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

4.      Learning to be (belajar untuk menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri.

Selanjutnya dibahas pula Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:
1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar
3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah.
4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat
10.   Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
11.   Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
12.   Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
13.   Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
14.   Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.

Apabila prinsip pembelajaran di atas diselaraskan dengan 4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama), maka tujuan pembelajaran yang sudah direncakan oleh setiap guru insyaallah akan dengan mudah dicapai. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku

Resume “Dasar Menulis: Kata, Kalimat, dan Paragraf”

Menerbitkan Buku dari Hasil Penelitian Tindakan Kelas